ASUHAN KEPERAWATAN
ENDOMETRITIS
1.1.
KONSEP DASAR
A.
PENGERTIAN
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. (Taber, B., 1994).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan
dalam dari rahim). (Manuaba, I. B. G., 1998).
Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di
endometrium, merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72
jam setelah melahirkan.
Endometritis adalah peradangan pada
dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh partus. Dengan kata lain
endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium Derajat efeknya
terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang , waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen
yang merusak fungsi dari glandula endometrium dan atau merubah lingkungan
uterus dan oviduk. Organisme nonspesifik primer yang dikaitkan dengan patologi
endometrial adalah Corynebacterium pyogenes dan gram negatif anaerob.
B. ETIOLOGI
Endometritis
sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila sebelumnya
ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab
lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan
setelah abortus dan melahirkan. (Taber, B. 1994).
Menurut
Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
a.
Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya
ketuban.
b.
Pecahnya ketuban berlangsung lama.
c.
Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan
disertai pecahnya ketuban.
d.
Teknik aseptik tidak dipatuhi.
e.
Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara
manual).
f.
Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
g.
Kelahiran secara bedah.
h.
Retensi fragmen plasenta/membran amnion.
C. KLASIFIKASI
Menurut Wiknjosastro
(2002),
1. Endometritis
akut
Terutama terjadi pada masa post
partum / post abortum.
Pada endometritis post partum
regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post
partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum
terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium
mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat
hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan
interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada
abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai
servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akut.
Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis
puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh
darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke
peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini
diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas
tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta
daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah
tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti
kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra uterine device)
ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang
dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas pada
endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan
oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas
kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari
endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling
penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
a.
Gejalanya :
·
Demam
·
Lochea berbau : pada endometritis post abortum
kadang-kadang keluar flour yang purulent.
·
Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
·
Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau
parametrium tidak nyeri.
b.
Terapi :
·
Uterotonika.
·
Istirahat, letak fowler.
·
Antibiotika.
·
Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan
corpus carsinoma. Dapat diberi estrogen.
2. Endometritis
kronik
Endometritis kronika tidak seberapa
sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang tidak dalam masuknya pada
miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan
fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak
besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam
endometrium.
Gejala-gejala klinis endometritis
kronik adalah leukorea dan menorargia.
Pengobatan tergantung dari
penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan:
1.
Pada tuberkulosis.
2.
Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3.
Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4.
Pada polip uterus dengan infeksi.
5.
Pada tumor ganas uterus.
6.
Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat
pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan
sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili korealis di
tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta
masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi dari jaringan
tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip
plasenta.
Endometritis kronika yang lain
umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor
dengan infeksi di dalam kavum uteri.
a.
Gejalanya :
·
Flour albus yang keluar dari ostium.
·
Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
b.
Terapi :
·
Perlu dilakukan kuretase.
D. PATOFISIOLOGI
Kuman-kuman
masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan waktu
singkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang
tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua
bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas
antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas
lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Infeksi
endometrium, atau decidua, biasanya hasil dari penyebaran infeksi dari saluran
kelamin yang lebih rendah. Dari perspektif patologis, endometritis dapat
diklasifikasikan sebagai akut dan kronis. Endometritis akut dicirikan oleh
kehadiran neutrofil dalam kelenjar endometrium. Endometritis kronis dicirikan
oleh kehadiran plasma sel dan limfosit dalam stroma endometrium. Dalam populasi
nonobstetric, penyakit inflammatory panggul dan prosedur invasive adalah
predisposisi yang paling umum untuk endometritis akut. Dalam populasi obstetri,
infeksi setelah bersalin adalah penyebab paling umum.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran
klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan
penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan
oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan
lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah
rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri pada
perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada
hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu
meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi
menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali,
lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang
terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan
infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran
klinik dari endometritis:
1.
Nyeri abdomen bagian bawah.
2.
Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3.
Kadang terjadi pendarahan.
4.
Dapat terjadi penyebaran.
Menurut (Manuaba,
I. B. G., 1998) tanda dan gejala endometritis meliputi :
a.
Miometritis (pada otot rahim).
b.
Parametritis (sekitar rahim).
c.
Salpingitis (saluran otot).
d.
Ooforitis (indung telur).
e.
Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.
Menurut
Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:
a.
Takikardi 100-140 bpm.
b.
Suhu 30 – 40 derajat celcius.
c.
Menggigil.
d.
Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
e.
Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
f.
Sub involusi.
g.
Distensi abdomen.
h.
Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk,
mengandung darah seropurulen.
i.
Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai
infeksi streptococcus.
j.
Jumlah sel darah putih meningkat.
F.
KOMPLIKASI
a.
Wound infection
b.
Peritonitis
c.
Adnexal infection.
d.
Parametrial phlegmon
e.
Abses pelvis
f.
Septic pelvic thrombophlebitis.
G. PENATALAKSANAAN
a.
Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan
pojok sasaran terpi. Evaluasi klinis daan organisme yang terlihat pada
pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi
serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.
b.
Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi
pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang
tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan
diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
c.
Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat
dengan post abortus atau post partum.
d.
Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung
yang banyak manfaatnya.
e.
Tindakan bedah: endometritis post partum sering
disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks.
Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal
dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan
salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia teah
meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik
klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).
H.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Jumlah sel darah putih: normal/tinggi.
b.
Laju sedimentasi darah dan jumlah sel darah merah:
sangat meningkat pada adanya infeksi.
c.
Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht): penurunan pada adanya
anemia.
d.
Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan
intrauterus/intraservikal drainase luka/pewarnaan gram dari lokhia servik dan
uterus: mengidentifikasi organisme penyebab.
e.
Urinalisis dan kultur: mengesampingkan infeksi saluran
kemih.
f.
Ultrasonografi: menentukan adanya fragmen-fragmen
plasenta yang tertahan, melokalisasi abses peritoneum.
g.
Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi
nyeri pelvis,massa, pembentukan abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.
h.
Bakteriologi: spesimen darah, urin dikirim ke
laboratorium bakteriologi untuk pewarnaan gram, biakan dan pemeriksaan
sensitifitas antibiotik. Organisme yang sering diisolasi dari darah pasien
dengan endometritis setelah seksio sesarea adalah peptokokus, enterokokus,
clostridium, bakterioles fragilis, Escherechia coli, Streptococcus beta
hemilitikus, stafilokokus koagulase-positif, mikrokokus, proteus, klebsiela dan
streptokokus viridans (Di Zerega).
i.
Kecepatan sedimentasi eritrosit:
j.
Nilai dari tes ini sangat terbatas karena derajat
sedimentasi cenderung meningkat selama kehamilan maupun selama infeksi.
k.
Foto abdomen
l.
Udara di dalam jaringan pelvis memberi kesan adanya
mionekrosis klostridia.
1.2.
ASUHAN
KEPERAWATAN ENDOMETRITIS
A.
PENGKAJIAN
1.
Aktifitas/istirahat
Ø Malaise,
letargi.
Ø Kelelahan/keletihan
yang terus menerus.
2.
Sirkulasi
Ø Takikardi.
3.
Eliminasi
Ø Diare
mungkin ada.
Ø Bising usus
mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
4.
Integritas ego
Ø Ansietas
jelas (poritunitis).
5.
Makanan atau cairan
Ø Anoreksia,
mual/muntah.
Ø Haus,
membran mukosa kering.
Ø Distensi
abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis).
6.
Neurosensori
Ø Sakit
kepala.
7.
Nyeri/ketidaknyamanan.
Ø Nyeri lokal,
disuria, ketidaknyamanan abdomen.
Ø Nyeri
abdomen bawah/uterus serta nyeri tekan.
Ø Nyeri/kekakuan
abdomen.
8.
Pernapasan
Ø Pernapasan
cepat/dangkal (berat/pernapasan sistemik).
9.
Keamanan
Ø Suhu 38
derajat celcius atau lebih terjadi jika terus-menerus, di luar 24 jam
pascapartum.
Ø Demam
ringan.
Ø Menggigil.
Ø Infeksi
sebelumnya.
Ø Pemajanan
lingkungan.
10.
Seksualitas
Ø Pecah
ketuban dini/lama, persalinan lama.
Ø Hemorargi
pascapartum.
Ø Tepi insisi:
kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen.
Ø Subinvolusi
uterus mungkin ada.
Ø Lokhia
mungkin bau busuk/tidak bau, banyak/berlebihan.
11.
Interaksi sosial
Ø Status sosio
ekonomi rendah.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
prosedur invasive.
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat.
3.
Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat
infeksi.
4.
Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua
berhubungan dengan interupsi pada proses pertalian, penyakit fisik, ancaman
yang dirasakan pada kehidupan sendiri.
C.
INTERVENSI
1.
Diagnosa Keperawatan I:
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Intervensi:
1)
Tinjau ulang catatan prenatal, intrapartum dan
pascapartum.
2)
Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat
untuk staf, klien dan pengunjung.
3)
Berikan dan instruksikan klien dalam hal pembuangan
linen terkontaminasi.
4)
Demonstrasikan massase fundus yang tepat.
5)
Pantau suhu, nadi, pernapasan.
6)
Observasi/catat tanda infeksi lain.
7)
Pantau masukan oral/parenteral.
8)
Anjurkan posisi semi fowler.
9)
Selidiki keluhan-keluhan nyeri kaki dan dada.
10)
Anjurkan ibu bahwa menyusui secara periodik memeriksa
mulut bayi terhadap adanya bercak putih.
11)
Kolaborasi dengan medis.
2.
Diagnosa Keperawatan II:
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat.
Intervensi:
1)
Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan
vitamin C bila masukan oral dibatasi.
2)
Tingkatkan masukan sedikitnya 2000 ml/hari jus, sup
dan cairan nutrisi lain.
3)
Anjurkan tidur/istirahat adekuat.
4)
Kolaborasi dengan medis.
a)
Berikan cairan/nutrisi parenteral, sesuai indikasi.
b)
Berikan parenteral zat besi dan atau vitamin sesuai
indikasi.
c)
Bantu penempatan selang nasogastrik dan Miller Abbot.
3.
Diagnosa Keperawatan III:
Nyeri akut berhubungan dengan respon
tubuh dan sifat infeksi.
Intervensi:
1)
Kaji lokasi dan sifat ketidakmampuan/nyeri.
2)
Berikan instruksi mengenai membantu mempertahankan
kebersihan dan kehangatan.
3)
Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi.
4)
Anjurkan kesinambungan menyusui saat kondisi klien
memungkinkan.
5)
Kolaborasi dengan medis:
a)
Berikan analgesik/antibiotik.
b)
Berkan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu
pemanas/rendam duduk sesuai indikasi.
4.
Diagnosa Keperawatan IV:
Resiko tinggi terhadap perubahan
menjadi orang tua berhubungan dengan interupsi pada proses pertalian, penyakit
fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.
Intervensi:
1)
Berikan kesempatan untuk kontak ibu bayi kapan saja
memungkinkan.
2)
Pantau respon emosi klien terhadap penyakit dan
pemisahan dari bayi, seperti depresi dan marah.
3)
Anjurkan klien untuk menyusui bayi.
4)
Observasi interaksi bayi-ibu.
5)
Anjurkan ayah/anggota keluarga lain untuk merawat dan
berinteraksi dengan bayi.
6)
Kolaborasi dengan medis.
D.
EVALUASI
- Diagnosa Keperawatan I
a.
Mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab
secara individual. Melakukan perilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan
tepat, menurunkan risiko komplikasi.
b.
Mencapai pemulihan tepat waktu.
2. Diagnosa
Keperawatan II
Memenuhi
kebutuhan nutrisi yang dibuktikan oleh pemulihan luka tepat waktu, tingkat
energi tepat, penurunan berat badan dan Hb/Ht dalam batas normal yang
diharapkan pasca partum.
- Diagnosa Keperawatan III
a.
Mengidentifikasi/menggunakan tindakan kenyamanan yang
tepat secara individu.
b.
Melaporkan ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.
- Diagnosa Keperawatan IV
a.
Menunjukkan perilaku kedekatan terus-menerus selama
interaksi orang tua-bayi.
b.
Mempertahankan/melakukan tanggung jawab untuk
perawatan fisik dan emosi terhadap bayi baru lahir, sesuai kemampuan.
c.
Mengekspresikan kenyamanan dengan peran sebagai orang
tua.
DAFTAR
PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUP Bandung. (1981). Obstetric
Patologi.Bandung: Elstar Offset.
Barlzad, A. (1993). Endokrinologi Ginekologi.Jakarta:
KSERI. Media Aesculapius.
Doengoes, Marilynn. E. (2001). Rencana Perawatan
Maternal/Bayi: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawatan Klien.Jakarta:
EGC.
Duenhoelter, J.H. (1989). Ginekologi greenhill (edisi
10)Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran (Jilid
1).Jakarta: Media Aesculapius.
Simmons, Gema T. (2005). Endometritis. Available
at: http://www.emedicine.com/med/topic
676.htm. September 15th, 2005.
Taber, Ben-Zion. (1994). Kapita Selekta Kedaruratan
Obstetri Dan Ginekologi.Jakarta: EGC.
Varney, H. (2002). Buku Saku Bidan.Jakarta:
EGC.
Wiknjosastro, H. (2002). Ilmu Kebidanan.Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka.
Wiknjosastro, H. (1991). ILMU KEBIDANAN. Edisi
III.Jakarta : Gramedia.
No comments:
Post a Comment