Saturday 22 June 2013

ASUHAN KEPERAWATAN RUPTUR UTERI

ASUHAN KEPERAWATAN RUPTUR UTERI APLIKASI DOENGES
Diposkan oleh Rizki Kurniadi

 A. PENGERTIAN

*      Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium.  ( Sarwono Prawirohardjo ).
*      Rupture Uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi )

Ruptur Uteri dapat dibagi menurut beberapa cara, yaitu :

    Menurut waktu terjadinya

a.       Ruptur Uteri gravidarum
-        Waktu sedang hamil
-        Sering lokasinya pada korpus
b.      Ruptur Uteri durante partum
-        Waktu melahirkan bayi ( kasus terbanyak )
-        Lokasinya sering pada Segmen Bawah Rahim

    Menurut lokasinya

a.        Korpus Uteri à ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti sectio caeseria klasik ( korporal ), miomektomi.
b.        Segmen Bawah Rahim
-        Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju.
-        SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah Ruptur Uteri sebenarnya.
c.        Serviks Uteri à terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap.
d.       Kolporeksis à robekan otot rahim diantara serviks dan vagina,

    Menurut apakah peritonium ikut robek atau tidak

a.        Ruptur Uteri Kompleta : Robekan pada dinding uterus berikut peritoniumnya            ( perimetrium ), dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus à dengan bahaya peritonitis.
b.        Ruptur Uteri Inkompleta : Robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoniumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke ligamentun latum.

    Menurut simptoma klinik

a.        Ruptur Uteri Imminens ( membakat / mengancam )
b.        Ruptur Uteri sebenarnya.

    Menurut etiologinya

a.       Ruptur Uteri Spontanea, terbagi 2 :
-        Karena dinding rahim yang lemah dan cacat
-        Karena peregangan yang luar biasa dari rahim
b.      Ruptur Uteri Violenta ( traumatik ), karena tindakan dan trauma :
-        Ekstraksi forsipal
-        Versi dan ekstraksi
-        Embriotomi
-        Braxton Hicks version
-        Sindrom tolakan ( pushing syndrome )
-        Manual plasenta
-        Kuretase
-        Ekspressi Kristeller atau Crede
-        Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan
-        Trauma tumpul dan tajam dari luar

B. ETIOLOGI

1.      Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2.      Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
3.      Presentasi abnormal (terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).


C.  TANDA dan GEJALA
*      Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
*      Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
*      Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
*      Terdapat tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
*      Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu
*      Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
*      Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
*      Bagian janin lebih mudah dipalpasi
*      Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
*      Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
*      Tenang
*      Kemungkinan terjadi muntah
*      Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
*      Nyeri berat pada suprapubis
*      Kontraksi uterus hipotonik
*      Perkembangan persalinan menurun
*      Perasaan ingin pingsan
*      Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
*      Perdarahan vagina ( kadang-kadang
*      Tanda-tanda syok progresif
*      Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan
*      DJJ mungkin akan hilang


D.  PATOFISIOLOGI
      Robekan perinium terjadi pada semua persalinan dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama karenba akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan janin dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
      Robekan perinium umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehimgga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia.


F.   TES LABORATORIUM

*      Hitung Darah lengkap dan Apusan Darah :                                     
Batas dasar hemoglobin dan nilai hematokrit dapat tidak menjelaskan banyaknya kehilangan darah.
*      Urinalisis :
Hematuria sering menunjukkan adanya hubungan denga perlukaan kandung kemih.
Golongan Darah dan Rhesus 4 sampai 6 unit darah dipersiapkan untuk tranfusi bila diperlukan

G.   PENATALAKSANAAN
                                        
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:

    Histerektomi baik total maupun sub total
    Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
    Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.


Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah :

    Keadaan umum penderita
    Jenis ruptur incompleta atau completa
    Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis
    Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
    Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
    Umur dan jumlah anak hidup
    Kemampuan dan ketrampilan penolong



MANAJEMEN

    Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
    Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah.        ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ).
    Hubungi bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan
    Berikan oksigen
    Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan histerektomi )
    Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena.


PENATALAKSANAAN MEDIS :
1.      Penjahitan robekan serviks
*      Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan antiseptik ke vagina dan serviks.
*      Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anestesi tidak dibutuhkan pada sebagian besar robekan serviks. Berikan pethidine dan diazepam melalui IV secara perlahan         (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan Ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar.
*      Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat.
*      Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks ( jika perlu ).
*      Pegang serviks dengan forcep cincin atau forsep spons dengan hati-hati. Letakan forsep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
*      Tutup robekan serviks dengan jahitan jeluhur menggunakan benang catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks ( tepi atas robekan ) yang sering kali menjadi sumber perdarahan.
*      Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kropmik atau poliglikolik 0.
*      Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang apeks dengan forsep arteri atau forsep cincin. Pertahankan forsep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat perdarahan karena upaya tersebut dapat memperberat perdarahan, selanjutnya :
§      Setelah 4 jam à buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.
§      Setelah 4 jam berikutnya à keluarkan seluruh forsep.

2.      Penjahitan robekan vagina dan perinium
Terdapat 4 derajat robekan yang bisa terjadi pada saat persalinan, yaitu :
-        Derajat  I    : Robekan hanya terdapat pada selaput lendir vagina dan jaringan ikat.
-        Derajat II    : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat dan otot dibawahnya tetapi tidak mengenai spingter ani.
-        Derajat III   : Robekan lengkap dan mengenai spingter ani.
-        Derajat IV   : robekan sampai mukosa rectum.

Penjahitan robekan derajat I dan II :
*      Tinjau kembali prinsip perawatan umum.
*      Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anestesi lokal dengan lidokain.
*      Periksa dan pastikan kontraksi uterus.
*      Periksa vagina, perinium dan serviks secara cermat.
*      Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV.
*      Masukan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus.
*      Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi spingter.
*      Periksa tonus otot atau kerapatan spingter.
*      Jika spingter, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
*      Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan.

Penjahitan robekan derajat II dan IV :
*      Tinjau kembali prinsip perawatan umum.
*      Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anestesi lokal dengan lidokain. Gunakan blok pedendal, Ketamin atau anestesi spinal.
*      Penjahitan dapat dilakukan menggunakan anestesi lokal dengan lidokain dan pethidine serta diazepam melalui IV dengan perlahan jika tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
*      Periksa dan pastikan kontraksi uterus.
*      Periksa vagina, perinium dan ssrviks secara cermat.
*      Periksa permukaan rectum dan perhatikan robekan dengan cermat.
*      Oleskan larutan antiseptok ke robekan dan keluarkan materi fekal ( jika ada ).
*      Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lidokain atau obat-obat terkait.
*      Pastikan tidak ada perdarahan. Keluarkan bekuan darah dengan menggunakan spons.
*      Pada semua kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih. Jika teridentifikasi adanya cedera kandung kemih à perbaiki cedera tersebut.
*      Tutup fasia denga jahitan jelujur menggunkan benagng catgut kromik.
*      Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup jaringan subcutan dengan kasa dan buat jahitan longgar menggunkan benang catgut kromik. Tutup kulit dengan penutupan lambat setelah infeksi dibersihkan.
*      Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi tutup kulit dengan jahitan matras vertikal menggunakan benang nelon ( sutra ) 3 – 0 dan tutup dengan balutan steril.

 
ASUHAN KEPERAWATAN

Anamnesa dan inspeksi :
-        Pernafasan dangkal dan cepat.
-        Muntah-muntah kartena perangsang peritonium.
-        Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun.
-        Perdarahan pervaginam.

Palpasi :
-        Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya empisema.
-        Bila kepala janin belum turun akan mudah dilepaskan dari pintu atas pinggul.

Auskultasi : DJJ sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
Pemeriksaan dalam :
-        Kepala janin yang tadinya sudah turuin kebawah dengan mudah didorong kearas.
-        Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba pada dinding rahim.

Sirkulasi :
-        Adanya riwayat syok hipovolemik.
-        Tekanan darah turun, nadi meningkat, takikardia, disretmia.

DATA SUBYEKTIF DAN DATA OBYEKTIF

DATA SUBYEKTIF

Gejala Saat Ini :
*      Nyeri Abdomen dapat tiba-tiba, tajam dan seperti disayat pisau.
*      Apabila terjadi rupture sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang intermitten, kuat dapat berhenti dengan tiba-tiba.
*      Pasien mengeluh nyeri uterus yang menetap.
*      Perdarahan Per Vaginam dapat simptomatik karena perdarahan aktif dari pembuluh darah yang robek.
*      Gejala-gejala lainnya meliputi berhentinya persalinan dan syok, yang mana dapat di luar proporsi kehilangan darah eksterna karena perdarahan yang tidak terlihat.
*      Nyeri bahu dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum.

Riwayat Penyakit Dahulu :
Rupture uteri harus selalu diantisipasi bila pasien memberikan suatu riwayat paritas tinggi, pembedahan uterus sebelumnya, seksio sessaria, miomektomi atau reseksi koruna.

 DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan Umum :
Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen

Pemeriksaan Abdomen :
*      Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi.
*      Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang.
*      Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum.

Pemeriksaan Pelvis :
*      Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum.
*      Perdarahan pervaginam mungkin hebat.
*      Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur.
*      Apabila robekannya lengkap, jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung ke dalam rongga peritoneum, yang dapat dikenali melalui :
©      Permukaan serosa uterus yang halus dan licin
©      Adanya usus dan ommentum
©      Jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas

 DIAGNOSA KEPERAWATAN

    Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d peregangan pada perinium.
    Intoleransi aktifitas b.d kelemahan dan penurunan kesadaran.
    Kekurangan volume cairan b.d perdarahan.
    Resiko tinggi perdarahan pervaginam b.d adanya ruptur.
    Gangguan pola tidur b.d adanya nyeri.


INTERVENSI DAN RASIONAL

Dx :  1

*      Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional à mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu intervensi yang tepat.
*      Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam.
Rasional à perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri.
*      Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional à teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit merasa lebih nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
*      Beri posisi yang nyaman.
Rasional à posisi yang nyaman dapat menghindari penekanan pada area yang nyeri.
*      Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional à analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri dapat dipersepsikan.


Dx :  2

*      Kaji kemampuan klien dalam memenuhi perawatan diri
Rasional à untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu dalam memenuhi kebutuhannya.
*      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rasional à kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan.
*      Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesui kemampuannya.
Rasional à pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.
*      Anjurkan keluarga untuk selalu berada didekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan.
Rasional à membantu memenuhi kebutuhan klien yang dapat terpenuhi secara mandiri.

 Dx :  3
 *      Pantau jumlah perdarahan
Rasional à mengetahui jumlah darah yang keluar.
*      Catat kehilangan cairan.
Rasional à potensial kehilangan cairan.
*      Pantau nadi.
Rasional à takikardia dapat terjadi memaksimalkan sirkulasi cairan pada kejadian dihidrasi atau hemoragi.
*      Pantau tekanan darah sesui indukasi.
Rasional à peningkatan tekanan darah munkin karena efek-efek obat. Penurunan tekanan darah mungkin tanda lanjut dari kehilangan cairan secara berlebihan.
*      Evaluasi kadar Hb dan Ht.
Rasional à mengetahui terjadi penurunan yang menyebabkan kehilangan darah berlebihan.

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KELAINAN LETAK JANIN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian keras dan bulat, yaitu kepala, dan kepala teraba di fundus. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam.
Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya sacrum, tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan.
Sedangkan prolaps tali pusat dari beberapa etiologi yang dapat menyebabkan prolapsus tali pusat diantaranya adalah kehamilan kembar, hidroamnion, kehamilan prematur, janin terlalu kecil, kelainan presentasi dan plasenta previa.
Kehamilan kembar akan mengalami hidramnion, dimana cairan ketuban banyak dan inilah yang menyebabkan janin dapat bergerak lebih leluasa dalam rahim. Dan keadaan ini dapat mengakibatkan kelainan presentasi (letak sungsang, lintang, presentasi kepala).

1.2.Tujuan

Tujuannya dibuat Makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.      Mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang macam-macam kelainan pada kehamilan.
2.      Sebagai modal awal untuk terjun langsung dalam dunia masyarakat serta dapat mengaplikasikannnya dalam dunia keperawatan atau kesehatan.
BAB II
TINJAUAN TOERI
2.1.ASKEP GANGGUAN KEHAMILAN KELAINAN LETAK JANIN

A.    DEFINISI
Letak sungsang merupakan letak membujur dengan kepala janin di fundus uteri (manuaba, 2001 : 237).

Letak sungsang adalah janin yang letaknya membujur atau memanjang dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar, 1998 : 350).
Presentasi sungsang terjadi bila bokong atau tungkai janin berpresentasi ke dalam  pelvis ibu (Hacker, 2001 : 254).
Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (wiknjosastro, 2006 : 606).

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa letak sungsang adalah suatu keadaan dimana letak pada janin memanjang dengan posisi kepala berada di fundus uteri.

B.     KLASIFIKASI
Menurut Mochtar (1998) klasifikasi letak sungsang adalah :
a.    Letak bokong (Frank Breech) merupakan letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.
b.    Letak sungsang sempurna (Complete Breech) merupakan letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong atau letak kaki bokong sempurna.
c.       Letak sungsang tidak sempurna (Incomplete Breech) adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki atau lutut, terdiri atas :
1.      Kedua kaki = letak kaki sempurna. Satu kaki = letak kaki tidak sempurna
2.       Kedua lutut = letak lutut sempurna. Satu lutut = letak lutut tidak sempurna

C.    ETIOLOGI
Menurut Wiknjosastro (2006) faktor-faktor yang menyebabkan letak sungsang antara lain :
1.      Multipritas.
2.      Hamil kembar.
3.      Hidramnion.
4.      Hidrisefalus.
5.      Plasenta previa.
6.      Kelainan uterus.
7.      Panggul sempit.

D.    DIAGNOSIS
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian keras dan bulat, yaitu kepala, dan kepala teraba di fundus. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam.
Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya sacrum, tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan.
Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba di samping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong (Wiknjosastro, 2006 : 611).
E.     TANDA DAN GEJALA
1.      Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
2.      Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.
3.      Punggung anak dapat teraba pada salah satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang bundar dan lunak.
4.      Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.

F.     PENANGANAN
a.       Penanganan selama kehamilan.
Versi kepala luar dapat dicoba bila presentasi sungsang didiagnosis sebelum permulaan persalinan dan setelah 37 minggu kehamilan. Tujuan dari usaha ini adalah mengangkat sungsang keluar dari pelvis ibu sementara memandu kepala janin ke dalam pelvis, dengan demikian presentasi kepala dicapai (Hacker, 2001 : 255).
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti, sedangkan denyut janin harus dalam keadaan baik. Selam versi dilakukan dan setelah versi luar berhasil denyut jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada dalam keadaan presentasi kepala, kepala didorong masuk ke dalam rongga panggul. Versi luar hendaknya dilakukan dengan kekuatan ringan tanpa mengadakan paksaan. Versi luar tidak akan berhasil jika versi luar dilakukan apabila air ketuban hanya sedikit. Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar adalah panggul sempit, perdarahan antepartum, hipertensi, hamil kembar, plasenta previa (Wiknjosastro, 2006 : 615).
Menurut Mochtar (1998) syarat versi luar yaitu pembukaan kurang dari 5 cm, ketuban masih ada, bokong belum turun atau masuk pintu atas panggul. Teknik versi luar yaitu
1.      Lebih dahulu bokong lepaskan dari pintu atas panggul dan ibu dalam posisi trendelenburg.
2.      Tangan kiri letakkan di kepala dan tangan kanan pada bokong.
3.      Putar kearah muka atau perut janin.
4.      Lalu tukar tangan kiri diletakkan di bokong dan tangan kanan di kepala.
5.      Setelah berhasil pasang gurita, dan observasi td, djj serta keluhan.
·         Penanganan selama persalinan.
1.      Kelahiran Pervaginam.
Penanganan sewaktu melahirkan pada presentasi sungsang bergantung pada pelvis ibu, jenis sungsang, dan umur gestasi (Hacker, 2001 : 256).
Menurut Mochtar (1998) terdiri dari partus spontan atau pada letak sungsang janin dapat lahir secara spontan seluruhnya dan manual aid. Waktu memimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2 fase yaitu :
1.      Fase menunngu dimana sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan observasi. Bila tangan tidak menjungkit ke atas, persalinan akan mudah. Sebaiknya jangan ekspresi Kristeller, karena hal ini akan memudahkan terjadinya nurchae arm.
2.      Fase untuk bertindak cepat yaitu bila badan janin sudah lahir sampai pusat, tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8 menit. Untuk mempercepat lahirnya janin dapat dilakukan manual aid.
3.      Seksio sesarea.

Menurut Hacker (2001) sungsang prematur biasanya dilahirkan dengan seksio sesarea karena perbedaan yang besar antara ukuran kepala janin dan badan janin, dimana kepala jauh lebih besar. Pada sungsang tidak lengkap yang cukup bulan, kelahiran harus dicapai dengan seksio sesarea.

·         LETAK LINTANG
Letak lintang adalah Bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90 derajat (Mochtar, 1998 : 366).
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain (Wiknjosastro, 2006 : 622).
Letak lintang adalah bila sumbu janin melintang dan biasanya bahu merupakan bagian terendah janin (Buku Acuan Nasional). Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa letak lintang adalah keadaan dimana posisi janin melintang.
a.      ETIOLOGI
Sebab terpenting dari letak lintang adalah multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion dan kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak lintang. Keadaan ini yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya panggul sempit, tumor di daerah panggul dan plasenta previa. Demikian pula kelainan bentuk rahim seperti uterus arkutus atau uterus subseptus (Wiknjosastro, 2006 : 624).
b.      DIAGNOSIS
a.       Inspeksi : Perut membuncit ke samping
b.      Palpasi
1.      Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
2.      Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk ke dalam pintu atas panggul
3.      Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri
4.      Auskultasi : Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
5.      Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
a.       teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan. Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara bersalaman.
b.      Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
c.       Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada dengan klavikula.
d.      Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
Menurut Wiknjosastro (2006) adanya letak lintang sering sudah dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak lebih lebar dan fundus uteri lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya. Pada palpasi fundus uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan di atas simfisis juga kosong, kecuali bila bahuturun ke dalam panggul. Denyut jantung janin ditemukan di sekitar umbilikus.
Pada pemeriksaan dalam teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan. Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara bersalaman. Terababahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri. Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan klavikula. Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan ketuban intak, namum pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah (mochtar, 1998 : 368).
c.       MEKANISME LETAK LINTANG
Menurut Mochtar (1998) anak normal dan cukup bulan tidak mungkin lahir secara spontan dalam letak lintang. Janin hanya dapat lahir spontan, bila kecil atau premature, sudah mati dan menjadi lembek atau panggul luas. Pada cara Denman bahu tertahan pada simpisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.
Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjunya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin (Wiknjosastro, 2006 : 625).
d. PENANGANAN LETAK LINTANG
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam pnggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatalulangan untuk menilai letak janin.
Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio sesarea. Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung pada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetric wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstrasi. Selama menunggu ketuban harus diusahakan supayua utuh dan melarang untuk meneran dan bangun.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolaps funikuli, harus dilakukan seksio sesarea. Dan apabila ketuban pecah, tetapi tidak terjadi prolaps funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstrasi atau dengan seksio sesarea. Pada letak lintang ksep atau persalinan lama, versi ekstrasi akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin mati dilahirkan secara pervaginam dengan dekapitasi (Wiknjosastro, 2006 : 627).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
KELAINAN LETAK
A.    Pengkajian
1.      Aktifitas / Istirahat : Melaporkan keletihan, kurang energy, Letargi, penurunan penampilan
2.      Sirkulasi : Tekanan darah dapat meningkat
3.      Eliminasi : Distensi usus atau kandung kencing mungkin ada
4.      Integritas ego : Mungkin sangat cemas dan ketakutan
5.      Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat terjadi sebelum awitan(disfungsi fase laten primer) atau setelah persalinan terjadi (disfungsi fase aktif sekunder).
Fase laten persalinan dapat memanjang : 20 jam atau lebih lama pada nulipara (rata- rata adalah 8 ½ jam), atau 14 jam pada multipara (rata – rata adalah 5 ½ jam)
6.      Keamanan
Dapat mengalami versi eksternal setelah gestasi 34minggu dalam upaya untukmengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala
Pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam malposisi (mis.,dagu wajah, atau posisi bokong)
Penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam padanulipara atau kurang dari 2 cm/jam pada multipara
7.      Seksualitas
Dapat primigravida atau grand multipara. Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi multipel,janin besar atau grand multiparit
8.      Pemeriksaan Diagnosis
a.       Tes pranatal : dapat memastikan polihidramnion, janin besar atau gestasi multiple
b.      Ultrasound atau pelvimetri sinar X : Mengevaluasi arsitektur pelvis,presentasi janin ,posisi dan formasi.

B.     DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada jalan lahir
2.      Risiko tinggi cedera terhadap maternal berhubungan dengan obstruksi pada penurunan janin
3.      Risiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan malpresentasi janin
4.      Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi

C.    INTERVENSI
Dx1 : Nyeri (akut ) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada jalan lahir ditandai dengan : Peningkatan tonus otot, pengungkapan, Prilaku distraksi (gelisah, meringis, menangis),wajah menunjukan nyeri.
Kriteria Evaluasi :
1.      Berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan sensasi nyeri dan meningkatkan kanyamanan
2.      Tampak rileks diantara kontraksi
3.      Melaporkan nyeri berulang / dapat diatasi
INTERVENSI
RASIONAL
·         Buat upaya yangmemungkinkan
klien/pelatih untuk merasa nyaman mengajukan
pertanyaanBerikan instruksi dalam tehnik pernafasan
sederhana
·         Anjurkan klien menggunakan tehnik relaksasi.Berikan
instruksi bila perlu
·         Berikan tindakan kenyamanan (mis. Masage,gosokan
punggung, sandaran bantal,
pemberian kompres sejuk, pemberian es batu)
·         Anjurkan dan bantu klien dalamperubahan posisi dan penyelarasan EFM
·         Kolaborasi : Berikan obat analgetik saat dilatasi dan kontaksi terjadi
·         Jawaban pertanyaan dapat menghilangkan rasa takut dan peningkatan pemahaman
·         Mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
·         Relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut,yang memperberat nyeri dan menghambat kemajuan persalinan
·         Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan koping dan kontrol klien
·         Mencegah dan membatasi keletihan otot, meningkatkan sirkulasi
·         Menghilangkan nyeri, meningkatkan relaksasi dan koping dengan kontraksi,memungkinkan klien tetap focus







Dx2 : Risiko tinggi cedera terhadap meternal berhubungan dengan obstruksi mekanis pada penurunan janin
Kriteria Evaluasi :
1)      Tidak terdapat cedera pada ibu
INTERVENSI
RASIONAL
·         Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan, dan durasi
·         Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai,serta aktifitas dan istirahat sebelum awitan persalinan
·         Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik
·         Catat penonjolan , posisi janin dan presentasi janin
·         Tempat klien pada posisi rekumben lateral dan anjurkan tirah baring dan ambulasi sesuai toleransi
·         Gunakan rangsang putting untuk menghasilkan oksitosin endogen.
·         Kolaborasi : Bantu untuk persiapan seksio sesaria sesuai indikasi,untuk malposisi
·         Membantu dalam
mengidentifikasi kemungkinan
penyebab, kebutuhan
·         pemeriksaan diagnostik, dan intervensi yang tepat
·         Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan disfungsi
sekunder atau mungkin akibat dari persalinan lama
·         Disfungsi kontraksi
memperlama
persalinan,meningkatkan risiko komplikasi maternal / janin
Indikator kemajuan persalinan ini dapat mengidentifikasi timbulnya penyebab persalinan lama
Relaksasi dan peningkatan perfusi uterus dapat memperbaiki pola
hipertonik.Ambulasi dapat membantu kekuatan grafitasi dalam merangsang pola persalinan normal dan dilatasi serviks
Oksitosin perlu untukmenambah atau memulai aktifitas miometrik untuk pola uterus hipotonik
Melahirkan sesaria diindikasikan malposisi yang tidak mungkin dilahirkan secara vagina

Dx3 : Risiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan malpresentasi janin
Kriteria Evaluasi :
1.      Menunjukan DJJ dalam batas normal dengan variabilitas baik tidak ada deselerasi lambat
INTERVENSI
RASIONAL
·         Kaji DDJ secara manual atau elektronik,perhatikan variabilitas,perubahan periodik dan frekuensi dasar.
·         Perhatikan tekanan uterus selamaistirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan intrauterus bila tersedia
·         Kolaborasi : Perhatikan frekuenasi kontraksi uterus.beritahu dokter bila frekuensi 2 menit atau kurang
·         Siapkan untuk metode melahirkanyang paling layak, bilabayi dalam presentasi bokong
·         Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi klien dengan PKA
·         Mendeteksi respon abnormal ,seperti variabilitas yang berlebih – lebihan, bradikardi & takikardi, yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asidosis, atau sepsis
·         Tekanan kontraksi lebih dari 50 mmHg menurunkan atau mengganggu oksigenasi dalam ruang intravilos
·         Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidakmemungkinkan oksigenasi adekuat dalam ruang intravilos
·         Presentasi ini meningkatkan risiko , karena diameter lebih besar dari jalan masuk ke pelvis dan sering memerlukan kelahiran secara seksio sesaria
·         (Rasional : Risiko cedera atau kematian janin meningkat dengan malahirkan pervagina bila presentasi selain vertex

Dx4 : Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi
Kriteria Evaluasi :
1.Mengungkapkan pemahaman tentang apa yang terjadi
2.Mengidentifikasi /menggunakan tehnik koping efektif     
INTERVENSI
RASIONAL
·         Tentukan kemajuan persalinan , kaji derajat nyeri dalam hubungannya dengan dilatasi / penonjolan
·         Kenali realitaskeluhan klien akan nyeri /ketidaknyamanan
·         Tentukan tingkat ansietas klien dan pelatih perhatikan adanya frustasi
·         Berikan informasi faktual tentang apa yang terjadi
·         Berikan tindakan kenyamanan dan pengubahan posisi klien.Anjurkan penggunaan tehnik relaksasi dan pernafasan yang dipelajari
·         Persalinan yang lama yang berakibat keletihan dapat menurunkan kemampuan klien untuk mengatasi atau mengatur kontraksi
·         Ketidaknyamanan dan nyeri dapat disalahartikan pada kurangnya kemajuan yang tidak dikenali sebagai masalah disfungsional
·         Ansietas yang berlebihan meningkatkan aktifitas adrenal /pelepasan katekolamin,menyebabkan ketidak seimbangan endokrin,kelebihan epinefrin menghambat aktifitas miometrik
·         Dapat membantu reduksi ansietas dan meningkatkan koping
·         Menurunkan ansietas, meningkatkan kenyamanan , dan membantu klien mengatasi situasi secara positif

2.2.ASKEP GANGGUAN PROLAPS TALI PUSAT

A.    DEFINISI
Prolaps tali pusat adalah kejadian dimana di samping atau melewati  bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Terhentinya aliran darah yang melewati tali pusat dapat berakibat fatal karena terkait dengan oksigenasi janin

B.     ETIOLOGI
Faktor predisposisi prolaps tali pusat terjadi akibat gangguan adaptasi bagian bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah  janin tersebut.
Sering ditemukan pada kasus-kasus :
a.       Presentasi bokong kaki
b.       Posisi melintanG
c.       Letak sungsang
d.      Kehamilan premature
e.       Hidramnion
f.       Janin kembar
g.      Janin terlalu kecil   

D.    PATOFISIOLOGI/WOC
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan prolapsus tali pusat diantaranya adalah kehamilan kembar, hidroamnion, kehamilan prematur, janin terlalu kecil, kelainan presentasi dan plasenta previa.
Kehamilan kembar akan mengalami hidramnion, dimana cairan ketuban banyak dan inilah yang menyebabkan janin dapat bergerak lebih leluasa dalam rahim. Dan keadaan ini dapat mengakibatkan kelainan presentasi (letak sungsang, lintang, presentasi kepala).
Sedangkan pada kehamilan prematur selain terjadi hidramnion juga terjadi ukuran janin yang kecil karena usia gestasi yang masih muda sehingga janinnya memiliki ukuran kepala yang kecil. Pada plasenta previa, plasenta akan mendekati atau menutup jalan lahir. Semua keadaan tersebut akan menyebabkan janin sulit beradaptasi terhadap panggul ibu,sehingga PAP tidak tertutupi oleh bagian bawah janin, dan inilah yang mengakibatkan  tali pusat bergeser atau turun dari tempatnya sehingga terjadilah prolapsus tali pusat.
Prolapsus tali pusat akan mengakibatkan tali pusat terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir sehingga sirkulasi janin akan terganggu dan ini mengakibatkan terjadi hipoksia fetal dan bila berlanjut dapat mengakibatkan  fetal distress yang ditandai dengan melemahnya DJJ. Bila eadaan ini terus berlangsung dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada janin. Tapi bila dapat ditangani maka janin tetap hidup, ini ditandai dengan adanya teraba denyutan pada tali pusat.

E.     MANIFESTSI KLINIS
Prolaps dapat lengkap, dimana  tali pusat terlihat saat pembukaan vagina. Dapat pula tidak dapat terlihat tetapi dapat dipalpasi saat pemeriksaan vagina yang berdenyut seirama dengan jantung janin. Prolaps dapat dicurigai dari perubahan denyut janin, seperti bradikardi
Adanya tali pusat menumbung atau tali pusat terdepan pada umumnya baru dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam setelah pembukaan ostium uteri. Pada tali pusat terdepan, dapat diraba bagian yang berdenyut di belakang selaput ketuban, sedangkan prolapsus tali pusat dapat diraba dengan dua jari . Tali pusat yang berdenyut menandakan bahwa janin masih hidup. Karena diagnosis pada umumnya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan dalam maka pemeriksaan dalam mutlak harus dilakukan pada saat ketuban pecah. Bila bagian terendah janin belum masuk ke dalam rongga panggul. Pemeriksaan dalam perlu dilakukan apabila terjadi keterlambatan denyut jantung janin tanpa adanya sebab yang jelas
F.     KOMPLIKASI
Pada presentasi kepala, prolapsus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigensi janin. Pada tali pusat terdepan, sebelum ketuban pecah, ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah bahaya kematian janin sangat besar. Myles melaporkan hasil penelitiannya dalam perpustakaan dunia, bahwa angka kejadian berkisar antara 9,3-0,6% persalinan.
Sedangkan pada ibu karena terjadi  prolapsus maka dilakukan seksio atau persalinan normal yang dapat menimbulkan terjadinya trauma jaringan dan leserasi pada vagina servik
G.    MANAJEMEN TERAPEUTIK
Panduan praktis untuk menangani prolapsus tali pusat :
·         Tali pusat Berdenyut
Jika tali pusat berdenyut berarti janin masih hidup.
1.      Beri oksigen 4-6 liter/menit melalui masker atau kanula nasal.
2.      Posisi ibu trendelenburg.
3.      Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera.
4.      Jika ibu pada persalinan kala I :
a.       Dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) masukan
b.      tangan dalam vagina dan bagian terndah janin segera didorong keatas sehingga tahapan tali pusat dapat dikurangi.
c.       Jika bagian terbawah janin telah terpegang dengan kuat diatas ronggal pangul, keluarkan tangan dari vagina letakan tangan tetap diatas abdomen sampai dilakukab seksio sesarea.
d.      Jika tersedia berikan salbutamol 0,5 mg IV, secara perlahan untuk mengurangi kontaraksi rahim.
e.       Segera lakukan sesio sesarea.
5.      Jika ibu pada persalinan kala II :
a.    Pada presentasi kepala lakukan segera persalinan dengan ektrasi vakum atau ektraksi cunam / forceps
b.    Jika presentasi bokong / sungsang lakukan ektradisi bokong atau
Kaki gunakan forsep piper atau panjang untuk melahirkan kepala
yang  menyusul.
c.     Jika letak lintang, siapkan segera seksio sesarea
d.    Siapkan segera resuitasi neonates
·         Tali pusat tak berdenyut
Jika tali pusat tak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan ini sudah tidak merupakan tindakan darurat lagi dan lahirkan bayi sealamiah mungkin tanpa mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memeriksa konseling pada ibu dan keluarganya tentang apa yang terjadi dan tindakan apa yang akan dilakukan. Diharapkan persalinan dapat berlangsung spontan pervaginam.
ASUHAN KEPERAWATAN PROLAPS TALI PUSAT
A.    PENGKAJIAN
Ketika kondisi menunjukan adanya prolaps tali pusat, pemeriksaan vagina yang sering dan perhatian yang ketat  terhadap perubahan denyut jantung janin dapat merupakan pengkajian awal. Pemeriksaan rutin yang penting dilakukan setelah ruptur pada membran adalah mendengar dan melaporkan denyut jantung janin sendiri mungkin setelah ruptur uteri dan diulangi dalam 10-15 menit untuk mendeteksi melemah atau tidak teraturnya irama jantung ketika terjadi prolaps tali pusat
1.      Aktifitas atau Istrihat
Melaporkan keletihan kurang energi letargi dan penurunan penampilan
2.      Sirkulasi
Tekanan darah ibu meningkat, dapat terjadi hipoksi pada janin karena kurangnya sirkulasi dari ibu ketali pusat.
3.      Eliminasi
Distensi usus dan kandung kemih mungkin ada
4.      Integritas ego
Kontaksi melemah, dengan intensitas lemah sampai sedang
5.      keamanan
a.    Pemeriksaan vagina dilakukan untuk menentukan posisi dari tali pusat
b.    Kaji adanya kelainan pada jalan lahir atau janin seperti panggul yang sempit,
c.    letak  lintang, letak  sunsang, polihidramnion, janin kembar, janin yang terlalu kecil
6.      seksualitas
a.     Dapat  primigravida atau multipara
b.     Uterus  dapat distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi multiple,
Janin yang besar atau grand multpara
7.      Pemeriksaan diagnostic
a.    Tes prenatal dapat memasukan polihidramnion, janin besar atau gestasi Multipara
b.    Pemeriksaan vagina  menunjukkan perubahan posisi tali pusat
c.     Fundoskop digunakan untuk mendeteksi denyut  jantung janin atau
        monotoring DJJ
d.    Ultrasound atau pelvimetri sinar x, mengevaluasi arsitektur pelvis, presentasi
janin, posisi dan formasi
8.      Prioritas keperawatan
a.     Mengidentifikasi dan mengatasi letak  tali pusat abnormal
b.    Lakukan reposisi tali pusat atau sectio caseria jika diperlukan
c.    Memantau perubahan denyut janin dan respon fisik maternal atau janin
        terhadap kontraksi dan lamanya persalinan
d.    Memberikan dukungan emosional dan mencegah komplikasi
B.     DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1.    Kerusakan pertukaran gas b.d aliran darah ke plasenta atau melalui tali pusat (prolapsi)
2.    Ketakutan ; kecemasan b.d krisis situasi, ancaman yang dirasakan pada klien
3.    atau janin, penyimpangan yang tidak diantisipasi dari harapan
4.    Resiko cidera terhadap janin b.d hipoksia janin dan abnormalitas pelvis ibu
5.    Koping individu tidak efektif b.d komplikasi persalinan
6.    Resiko infeksi b.d prosedur invasive

C.    INTERVENSI KEPERAWATAN
ü Diagnosa I : Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan aliran darah ke plasenta atau melalui tali pusat (prolaps)
ü Kemungkinan dibuktikan dengan       : Perubahan DJJ (DJJ melemah),
ü ditemukannya tali pusat alam posisi abnormal pada pemeriksaan vagina
ü Tujuan yang diharapkan          : Menunjukkan DJJ dalam batas normal,
ü menaifestasikan variabilitis pada strip pemantau, bebas dari deselerasi            
ü lambat dan menunjukkan perilaku yang meningkatkan keamanan janin
IIINTERVENSIduksi persalinan
Menentukan kelainan
Rasional
·         Perhatikan maturitas janin berdasarkan riwayat klien, dan pengukuran uterus
·         Lakukan meniver
Leapold dan
pemeriksaan vagina,steril, perhatikan presentasi dan posisi janin.
·         Posisikan klientelentang dengan bagian kepala ibu lebih rendah dari
panggul ibu yang ditopang dengan bantal
·         Perhatikan adanya pada pada ibu faktor-faktor yang secara negatif mempengaruhi sirkulasi plasenta dan oksigenasi janin
·         Gunakan EFM
(electronic fatal
monitoring) 15-20 mnt sebelum prosedur
induksi
·         Lanjutkan pemantauan DJJ,Perhatikan perubahan
denyut perdenyut
deselrasi selama dan
setelah kontraksi
·         Perhatikan adanya
variabel deselarasi,
perubahan posisi klien dari sisi ke sisi
Perhatikan warna dan
jumlah cairan amnion
bila pecah ketuban
pecah
·         Kaji reaksi DJJ terhadap kontruksi, perhatikan
bradikardi atau
deselerasi lambat

·         Auskultasi jantung janin bila pecah ketuban

·         Pantau respon jantung janin untuk obat pra operasi atau anastesi regional

·         Usia gestasi janin harus 36 minggu atau lebih untuk dilakukan
·         pada letak jantung apakah presentasi verteks, presentasi bokong dll
·         Membantu mendapatkan strip pemantauan janin eksternal adekuat untuk mengevaluasi pola kontraksi dan irama jantung janin
·         Penurunan volume sirkulasi atau vasospasme dalam plasenta menurunkan
ketersediaan oksigen untuk ambilan janin
·         Menentukan kesejahteraan janin dan memberikan
pengkajian dasar DJJ dan aktivitas uterus
Distress janin dapat terjadi karena hipoksia mungkin
dimanifestasikan dengan
penurunan viabilitas,
deselerasi lambat, dan
takikardia yang diikuti
dengan bradikardai
·         Kompres tali pusat diantara jalan lahir dan bagian
presentasi dapat dihilangkan dengan perubahan posisi
Distress janin pada
presentasi vertex
dimanifestasikan dengan
kandungan mekonium yang merupakan akibat dari
respon vagal pada hipoksia
·         Pengkajian yang tepat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hipoksia. Rentang normal DJJ adalah 120-160 dpm
·         Prolaps terlihat atau samar dari tali pusat pada tidak adanya dilatasi  servik penuh dapat memerlukan kelahiran sesaria
·         Narkotik biasanya
menurunkan variabilitas DJJ dan memerlukan pemberian naloksoa (narcan) setelah
melahirkan untuk
memperbaiki depresi
pernafasan narkotik.
Hipotensi maternal pada
respon terhadap Anastasia
secara umum menyebabkan
bradikardi janin sementara,
menurunkan variabilitas dan tidur

Diagnosa 2        :Ketakutan ; kecemasan b.d krisis situasi, anacaman yang dirasakan pada klien/janin, penyimpangan yang tidak diantisipasi dari harapan
Tujuan              : Ansietas pada klien dapat teratasi
Kriteria Hasil    : Perubahan DJJ (DJJ melemah), ditemukannya tali pusat alam
                         posisi abnormal pada pemeriksaan vagina
Tujuan yang diharapkan : Klien dapat menggunakan system pendukung secara efektif
Melaporkan ansietas berkurang dan atau teratasi Klien tampak rileks Menyelesaikan persalinan denagn sukses

INTERVENSI

RASIONAL

MANDIRI

·         Kaji status psikologis dan emosional
·         Anjurkan pengungkapan perasaan
·         Gunakan terminologis positif ; hindari
penggunaan istilah yang menandakan abnormalitas prosesdur atau proses
Dengarkan keterangan
klien yang dapat
menandakan kehilangan harga diri
Berikan kesempatan pada klien untuk member
masukan pada proses
pengambilan keputusan
Anjurkan penggunaan atau kontinuitas teknik
pernafasan dan latihan
relaksasi
·         Adanya gangguan kemajuan normal dari persalinan dapat memperberat perasaan ansietas  dan kegagalan. Perasaan ini
dapat mengganggu kerja sama klien dan menghalangi proses induksi
·         Klien mungkin takut atau tidak memahami dengan jelas
kebutuhan terhadap induksi
persalinan. Rasa gagal karena
tidak mampu melahirkan secara
alamiah dapat terjadi
Membantu klien pasangan
menerima situasi tanpa
menuduh diri sendiri
Klien dapat  meyakinkan
bahwa adanya intervensi untuk membantu proses persalinan
adalah refleksi negatif pada kemampuan dirinya sendiri
Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun kebanyakan
dari apa yang telah terjadi diluar kontrolnya
Menurunkan ansietas,
memungkinkan klien untuk berpartisipasi secara aktif

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Posisi abnormal letak janin pada kandungan dan prolaps tali pusar merupakan merupakan hal yang berbeda akan tetapi keduanya merupakan kelainan pada proses kehamilan sampai pada proses persalinan, letak yang tidak sesuai dengan anatomi janin yang hendak lahir memmungkinkan ketidk normalan proses persalinan, sedangkan prolaps tali pusar dapat menancam keselamatan janin dikarenakan sebagaimana yang kita tahu bahwasanya nutrisi,oksigenisasi janin berasal dari ibu melalui plasenta dan tali pusar. Dengan penangan yang tepat dan cepat pada kelainan kehamilan tersebut maka akan memperkecil resiko ancaman keselamatan bagi ibu dan bayi.